Sunday, February 20, 2011

Efek Tidur Sore

Bismillahirrahmanirrahim

Dua semester lalu adalah dua semester terburuk saya, masa-masa kelam saya. Sebenarnya tidak lebih parah kondisinya dibanding tragedi jaman SMA. Tapi efeknya lebih lama yang ini, entah kenapa, saya jadi merasa mati. Sekarang, mulai awal semester ini, semester 5 ini, saya mencoba untuk bangkit, mencoba untuk menjalani hidup seperti orang normal.

Malam ini saya tidak bisa tidur, karena tadi sore sempat tidur dari sekitar jam 5 sampai jam 9 baru benar-benar bangun. Berhubung si pacar sudah tidur dari jam 12 tadi biar besok pagi bisa check sound, saya iseng-iseng buka blog yang sudah lama tenggelam ini. Akhirnya saya coba lagi posting, meskipun tidak ada pembacanya selain saya kayaknya hehehe.

Kuliah di kampus yang tidak ingin saya sebutkan namanya ini bukan perkara yang mudah. Bagi saya, maaf, bukan untuk menyombongkan diri, masuknya memang mudah. Namun, bertahan di dalamnya, tidak demikian mudah. Berbagai gejolak anak muda terjadi di sana-sini. Berbagai masalah muncul di sana-sini. 3 semester awal saya masih berada di atas awan, puncaknya saat semester pertama. Makin bertambah semester, prestasi semakin menurun, benar-benar antiklimaks.

Di kampus ini sudah tidak bisa mengandalkan keberuntungan. Kecerdasan pun hanya berperan sedikit. Ketekunan lah yang menguasai peringkat-peringkat tertinggi. Saya tidak menyesal bukan merupakan bagian dari komunitas yang tekun. Saya memang masih suka bermain-main. Saya tidak suka dengan sesuatu yang terlalu serius. Tapi, rasanya untuk setidaknya setahun atau dua tahun ke depan, saya harus mengesampingkan ego saya. Saya harus mengingat jerih payah orang tua saya dalam membiayai pendidikan saya ini. Saya akan berusaha meningkatkan indeks prestasi yang sudah terlanjur bobrok ini.

Tidak hanya lima atau sepuluh kali saya menangis dalam sebulan. Hampir tiap hari saya merasa tertekan. Saya harus bisa menjadi contoh buat adik saya, itu yang selalu saya tekankan dalam hati saya. Sulit rasanya melawan keinginan diri sendiri. Tapi dengan tekad yang baik, saya merasa ada setitik semangat, secercah harapan, untuk bangkit, untuk mengembalikan rasa bangga orang tua saya.

Berbagai kesempatan beasiswa saya lewatkan, karena saya malas mengurus administrasi. Padahal seharusnya itu bisa membantu meringankan beban orang tua saya. Sekarang, prestasi sudah terlanjur tertinggal, sudah tidak bisa lagi mendapatkan beasiswa. Tapi saya bukan orang yang terbiasa menyesal pada hasil kelakuan saya. Lebih baik saya berubah daripada menyesalinya.

Strategi-strategi rencana studi untuk satu atau satu setengah tahun ke depan sudah saya susun dengan baik. Namun, rencana itu masih bisa berubah sewaktu-waktu. Setidaknya itu akan membantu saya setiap akan menginjak awal semester. Jika semester ini lancar, Insya Allah, saya bisa lulus tepat waktu, seperti harapan kedua orang tua saya yang saya banggakan.

Saya berjanji akan membuat kedua orang tua saya menangis bangga dengan hasil kerja saya suatu saat nanti.

Saya sayang ibu, bapak, dan adik saya.

1 comment:

Taufik Fahrudin said...

semoga ku bisa lebih baik dan bisa segera lulus... aamiin